Pada Sabtu (30/10) Universitas Amikom Yogyakarta bekerja sama dengan CORIS dan IndoCEISS, menyelenggarakan webinar bertajuk: Pengembangan Produk IoT dan Kesempatan Magang Industri IT untuk MBKM. Acara yang dipandu oleh Rona Guines Purnasiwi tersebut dibuka dengan sambutan-sambutan. Sambutan pertama oleh Prof. Dr. M. Suyanto, MM., selaku Rektor Universitas Amikom Yogyakarta, dan sambutan kedua oleh Edy Victor Haryanto Sianturi, M.Kom selaku Wakil Sekretaris Jenderal CORIS.
Webinar yang berlangsung selama dua jam lebih ini dimoderatori oleh Prof. Dr. Kusrini M.Kom. Menghadirkan tiga pembicara, pertama Elik Hari Muktafin, penggagas USMAN (UVC Sterilizer Lantai Masjid yang Aman) merupakan inovasi yang menjadi solusi agar kondisi lantai masjid tetap bersih tanpa harus mengosongkan masjid untuk penyemprotan desinfektan. Kedua, Soekma Agus Sulistyo dari Solo Technopark. Kemudian pembicara ketiga, Malik Khidir, CEO PT. STECHOQ Robotika Indonesia.
IoT atau kepanjangan dari Internet of things merupakan suatu konsep atau program dimana sebuah objek memiliki kemampuan untuk mentransmisikan atau mengirimkan data melalui jaringan tanpa menggunakan bantuan perangkat komputer dan manusia. Saat ini IoT telah mengalami banyak perkembangan. Dalam webinar kali ini, Elik Hari Muktafin menunjukkan produk yang ia buat bersama tim hingga meraih Juara 1 pada kompetisi IoT Makers Creation 2020 yang diadakan oleh Kemenkominfo, Asosiasi IoT Indonesia dan ekosistem telekomunikasi di Indonesia. Kemudian Runner Up Indonesia Entrepreneur TIK 2020, KOMINFO – ASPILUKI, idenTIK.
“Mengapa harus USMAN?” tanya Elik Hari Muktafin mengawali presentasinya. Menurutnya, saat ini masjid masih merupakan salah satu media potensial untuk mentransfer virus korona dalam bentuk droplet. Sehingga penting bagi USMAN untuk hadir pada saat-saat seperti sekarang ini. Elik mengaku, sebelumnya ia dan tim juga telah membuat produk lain bernama SALAM, versi kakaknya USMAN. Produk tersebut masih didorong. Padahal masjid perlu dibersihkan setidaknya lima kali sehari. Sehingga diciptakanlah USMAN yang bisa bekerja secara remote dengan aplikasi USMAN versi mobile.
Perihal bagaimana USMAN membunuh virus, Elik menjelaskan bahwa produk tersebut menggunakan sinar UVC (254nm) dengan sifat germicidal yang dapat menonaktifkan virus, lalu diisolasi dengan reflektor sehingga aman bagi manusia. Hal tersebut senada dengan pendapat Dr. Anthony Griffiths dari Boston University yang mengatakan bahwa UVC pada tingkat 5mJ/cm2 dapat menonaktifkan 99% SARS-CoV-2 dalam waktu 6 detik. Kemudian untuk konfirmasi uji mikrobiologi, telah dilakukan uji SWAB pada permukaan lantai masjid sebelum dan sesudah, mengacu pada ISO 14698-1:2003 dengan metode Total Plate Count dengan hasil Clean.
Menurutnya, solusi sterilisasi lain seperti disinfectan sprayer tidaklah aman karena berbasis kimia. Apalagi dengan cara penggunaannya yang disemprotkan. Selain itu, disinfectan sprayer juga meninggalkan residu, yang apabila terlalu sering dihirup akan berbahaya. Solusi sterilisasi lain yang juga banyak ditemui adalah disinfectan chamber, dimana sebelum masuk masjid orang-orang diminta masuk ke chamber terlebih dahulu, lalu disemprot. Ini lebih berbahaya lagi karena bahan kimianya langsung disemprotkan ke muka, badan, kulit, dan sebagainya. Tentu tidaklah lucu kalau kita tidak kena korona, tetapi menderita asma gara-gara terlalu banyak menghirup bahan kimia.
Hasil penelitian Elik dan tim menunjukkan bahwa penggunaan sinar UVC merupakan keputusan yang tepat karena bebas residu. Selain itu, penggunaan USMAN ini juga bisa menghemat waktu dan tenaga karena bisa dikendalikan menggunakan aplikasi. Mengenai dampak dari sinar UVC, Elik mengaku aman lantaran sinar tersebut dihadapkan ke bawah. Sehingga aman karena UVC-nya terlindungi.
Elik mengaku bahwa diproduksinya USMAN ini telah menyerap banyak tenaga kerja. Mengingat, Indonesia merupakan negara dengan jumlah masjid terbesar di dunia, yakni lebih dari 800.000 masjid. “Dari USMAN ini saja sekarang sudah ada sekitar 6 sampai 7 produk yang sedang berjalan. Dari USMAN ini saja juga bisa mendapat beberapa kejuaraan,” tuturnya.
Mengenai pemasaran, Elik dan tim menggandeng pemerintah untuk mem-follow up melalui jalur birokrasi ke pemerintah daerah Jateng, Jabar, Jatim, DIY. Kemudian berkolaborasi dengan tokoh atau lembaga, seperti bekerja sama dengan Lembaga DMI, Rumah Zakat, ACT, Masjid Nusantara, NU, Muhammadiyah. Lalu crowdfunding & CSR, yakni penggalangan dana melalui Kitabisa, gandengtangan, ayopeduli, CSR Perusahaan.
Elik mengatakan bahwa semua dimulai dari yang kecil. Menurutnya, hal kecil tetapi mendasar lebih penting daripada mimpi besar tanpa dasar. Bagi teman-teman yang ingin mengikuti jejaknya, ia mendorong untuk membuat kompetisi lokal atau internal kampus terlebih dahulu, sebelum naik ke jenjang yang lebih tinggi. “Sering-seringlah bikin kompetisi internal. Pastikan produk harus terverifikasi atau tervalidasi pasar terlebih dahulu. Karena ketika nanti di kompetisi, pertanyaan yang muncul hampir selalu sama, seperti: Apa keunikan produk Anda? Apa perbedaaan produk Anda dengan yang lain? Apa teknologinya? Apa yang membuat saya harus memilih produk Anda daripada produk kompetitor lain?” imbuhnya.
Sementara bagi peserta webinar yang kebingungan menentukan ide, ia membeberkan empat cara yang bisa digunakan. Yang pertama adalah invensi, yakni menanyakan tentang apa yang hari ini bisa ditemukan? Apabila pertanyaan pertama susah dijawab karena sudah banyak hal diciptakan, maka ia menawarkan ide kedua, yaitu mengembangkan. Gampangnya, ini merupakan pengembangan dari produk yang sudah ada.
Kalau dua cara di atas masih dirasa susah, Elik menawarkan ide ketiga, yakni menggabungkan. Caranya ialah menguasai teknologi A dan teknologi B lalu mengawinkannya. Ia mencontohkan USMAN yang merupakan gabungan dari robotik dan teknologi sinar UVC, yang mana keduanya merupakan dua ilmu berbeda. “Apabila masih juga merasa susah untuk mencari ide, maka teknik terakhir yang bisa digunakan ialah menempatkan ulang, yaitu produk yang sudah tervalidasi pasar di tempat lain, dipindahkan ke tempat atau negara kita. Sehingga kita tidak perlu memulai dari nol,” pungkasnya.
Pembicara kedua dalam webinar ini ialah Soekma Agus Sulistyo dari Solo Technopark. Ia mengawali presentasinya dengan memaparkan proyek IoT paling umum, mulai dari sistem pemantauan polusi udara, sistem pemantauan lampu jalan, sistem irigasi cerdas, kamera keamanan, sistem buka kunci pintu, sistem rumah pintar, kota pintar, dan parkir pintar.
Ia menuturkan bahwa market size dari IoT ini sampai 2028 sekitar dua puluh tujuh ribu triliun untuk seluruh dunia. Ia juga menukil ungkapan dari Ketua Umum Asosiasi IoT (Asioti) Teguh Prasetya, bahwa IoT menjadi tulang punggung dalam mendorong transformasi digital di sejumlah sektor selama pandemi covid-19. Pada 2022 jumlah perangkat atau sensor IoT yang digunakan di Indonesia mencapai empat ratus juta sensor dengan nilai pasar sekitar tiga ratus lima puluh triliun.
“Bagaimana dengan Indonesia, apakah akan selamanya menjadi negara user saja?" tanyanya kepada peserta webinar. Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa jumlah penduduk Indonesia nomor empat sedunia, tetapi secara konsumen nomor satu. Kalau diurutkan, Cina penduduknya 1,3 miliar, tetapi mereka juga negara produsen.
“Amerika pun juga demikian, nomor tiga. India nomor dua, tetapi kalau dibandingkan: lebih produsen mana antara India dan Indonesia? Tentu India jawabannya,” imbuhnya. Ia memberikan indikator bahwa India memiliki 31 unicorn, sementara Indonesia baru 8 unicorn. Artinya Indonesia masih bisa dikatakan sebagai negara konsumen. Ia memberikan contoh ketika urusan membuat tranding topic di twitter, Indonesia jagonya, karena cukup bisa dilakukan dalam hitungan menit. Mengingat, Indonesia merupakan negara dengan pengguna twitter terbanyak nomor tiga di dunia.
Soekma Agus Sulistyo mendorong agar jangan hanya menjadi penonton saja. Menurutnya, Cina juga memulainya dengan menduplikasi teknologi yang sudah ada. Lalu seiring berjalannya waktu, tidak lebih dari 30 tahun, Cina bisa berubah dan maju seperti sekarang.
Ia juga mengatakan bahwa dari sisi deep technology (IoT, AI, blockchain, dan sebagainya) Indonesia masih jauh sekali untuk melakukan riset ke sana, bahkan dari negara tetangga pun jaraknya juga masih jauh. Singapore berada di peringkat 6, Brunei Darussalam berada di peringkat 49, dan Indonesia berada di posisi 62 dari sisi negara yang memiliki deep technology. “Bahkan, Uni Emirat Arab sekarang memiliki Menteri Khusus AI. Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara lain sangat perhatian terhadap deep technology,” tutupnya.
Pembicara ketiga dalam webinar ini ialah Malik Khidir, S.Si. CEO PT. STECHOQ Robotika Indonesia. Perusahaan milik santri yang mendunia berkat robot ini awalnya bergerak di bidang industri militer, yakni membuat robot penjinak bom dan kapal selam tanpa awak. Namun, kini perusahaannya lebih berfokus menciptakan Ventilator ICU bernama Venindo yang ia klaim sebagai karya pertama anak bangsa.
Menurutnya, setiap lima tahun Ventilator ICU diganti. Berarti ada uang tiga triliun yang lari ke luar negeri. Sehingga gagasannya menciptakan Ventilator ICU tersebut dilakukannya demi mendorong lahirnya para inovator baru dari anak bangsa. Alat tersebut telah diuji oleh dokter profesional spesialis anestesi konsultan intensive care RSUP Dr. Sardjito.
Malik Khidir menuturkan bahwa produk inovasi terbagi menjadi dua. Pertama, product engineering (seperti USMAN atau Inovasi di Solo Technopark). Kedua, production engineering, yang mana supplay chain harus kuat. Terutama bila akan dilakukan produksi massal. Ia juga memotivasi para peserta webinar agar jangan minder dengan mahasiswa atau lulusan dari kampus ternama. “Realitas di lapangan berbeda. Siapa saja yang mau bergerak, merekalah yang akan survive,” kata pria yang juga alumni jurusan Elektronik Instrumentasi FMIPA UGM itu.
Ia menuturkan bahwa saat ini PT. STECHOQ Robotika Indonesia sedang mengerjakan banyak proyek, di antaranya instalasi DCS, Trackless AGV, QC Camera Inspection, Handling PCR, Clip Bumper Automation, Pembayaran Otomatis Industri Garment, Monitoring pemantauan udara di pabrik, masker LG Puricare, Arm transfer Metal Stamping, Heat Transfer Based Air Flow Sensor, Vakum Sedot Darah, Medical Measurement System Scale, Intelligent Contained Climate-Control Farming, Inovasi Tempat Penyimpanan Bibit Bawang Merah, Pick & Place Automatic Injection.
Kemudian terkait MBKM di perusahaannya ia membagi menjadi dua. Pertama Ventilator ICU dengan rincian kurikulum: instrumentasi dan kendali cerdas 3 SKS, pemrosesan sinyal digital 3 SKS, kendali digital 3 SKS, Robotika 3 SKS, PLC3 SKS, Sensor dan Tranduser 3 SKS, Innovation Development Systems 2 SKS (Total 20 SKS). Kedua Smart Farming dengan rincian kurikulum: instrumentasi dan kendali cerdas 3 SKS, pemrosesan sinyal digital 3 SKS, kendali digital 3 SKS, cloud computing 3 SKS, PLC3 SKS, Sensor dan Tranduser 3 SKS, Innovation Development Systems 2 SKS (Total 20 SKS).
Terakhir ia mengungkapkan bahwa selain pintar membuat, juga diperlukan keterampilan menjual. Ia menceritakan juga tentang perlunya lobi-lobi politik, terutama untuk menghentikan impor. “Jangan lagi industri manufaktur kita memakai industri teknologi dari Jerman atau Jepang. Harus kita sendiri. Maka dari itu, ayo kita berjuang bersama.”