Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 49, Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor, maka selain persyaratan karya ilmiah untuk pemenuhan persyaratan khusus, untuk pengajuan usulan profesor juga dipersyaratkan: (a) pernah mendapatkan hibah penelitian kompetitif/penugasan tingkat daerah/nasional/kementerian/internasional/korporasi, atau kompetitif internal Perguruan Tinggi, (sebagai ketua, kecuali penelitian program tesis/disertasi); atau (b) pernah membimbing/membantu membimbing Program doktor, atau (c) pernah menguji sekurang-kurangnya tiga mahasiswa program doktor (baik di perguruan tinggi sendiri maupun perguruan tinggi lain); atau (d) sebagai reviewer sekurang-kurangnya pada 2 (dua) jurnal internasional bereputasi yang berbeda.
Seseorang yang ketika diusulkan dari jabatan akademik Lektor Kepala ke profesor dengan masa kerja 10 (sepuluh) sampai 20 (dua puluh) tahun, maka: (1) Diperlukan karya ilmiah yang memenuhi persyaratan, yaitu Jurnal Terindeks dalam basis data internasional bereputasi yang diakui oleh Kemenristekdikti (contoh Web of Science dan/atau Scopus) dengan SJR jurnal atau JIF Web of Science Clarivate Analytic paling sedikit 0,50; dan (2) Melampirkan bukti proses pembimbingan Tugas Akhir paling sedikit dari 80 (delapan puluh) lulusan Diploma/Sarjana (sebagai pembimbing utama), atau 20 (dua puluh) lulusan Magister (sebagai pembimbing utama), atau kombinasi dari berbagai lulusan.
Agaknya, syarat-syarat di atas sudah dipenuhi oleh Prof. Dr. Kusrini M.Kom, sehingga pantaslah bila beliau kemudian menyandang gelar profesor, dan yang terbaru, beliau dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Komputer Universitas Amikom Yogyakarta. Namun, perjalanan yang ditempuh oleh Prof. Dr. Kusrini M.Kom tidak semudah kelihatannya. Banyak jalan terjal yang harus beliau lewati hingga bisa menjadi seperti sekarang.
Senin (11/10) Universitas Amikom Yogyakarta menyelenggarakan talkshow bertajuk ‘Journey to Profesor’. Acara tersebut dibuka dengan sambutan-sambutan oleh Prof. Dr. M. Suyanto, M.M. selaku Rektor Universitas Amikom Yogyakarta, Dr. Ir. Djoko Soetarno, DEA selaku Pembina CORIS (Cooperation Research Inter University), Prof. Dra. Sri Hartati, M.Sc., Ph.D selaku Ketua Umum INDOCEISS & Direktur Eksekutif LAM INFOKOM, dan lain sebagainya.
Acara yang dimoderatori oleh Muchammad Naseer, S.Kom., MT. tersebut berlangsung selama hampir satu jam. Mengulik seputar perjalanan Prof. Dr. Kusrini M.Kom mulai dari masa kecil yang dipanggil Menik oleh kepala sekolahnya di Sekolah Dasar hanya karena dahulu beliau kecil dan putih untuk ukuran anak-anak di daerahnya, nyaris dikawinkan setelah lulus dari bangku Sekolah Dasar, keputusan Mbah Slamet menjual tanah untuk membelikan beliau komputer agar kelak bisa jadi orang mulia dan bergaji enam puluh juta, serta bagaimana beliau berjibaku hingga menjadi guru besar serta profesor seperti sekarang.
“Dulu saya tidak berani bercita-cita. Jangankan menjadi profesor. Untuk sekolah saja saya tidak berani bercita-cita. Untuk jadi dosen, saya juga tidak berani memikirkannya. Dahulu saya mau masuk SMP saja hampir tidak mungkin,” ujar wanita yang mengaku masuk Amikom bermodal bondo nekat ini.
Prof. Dr. Kusrini M.Kom memaparkan bahwa beliau ingin menjadi pembilang, bukan penyebut. “Bila dalam perhitungan ini kita berada di bawah yang tidak memenuhi syarat, artinya saya menjadi beban bagi perguruan tinggi, saya menjadi pembanding. Dan saya tidak mau. Saya ingin memberikan manfaat kepada instansi saya untuk menjadi pembilang, dan mengajak teman-teman yang lain, mudah-mudahan semuanya bisa menjadi pembilang, sehingga pembilang dibagi penyebut sama dengan satu,” tandasnya.
Beliau melakukan ini semua bukan semata demi dirinya, melainkan juga demi instansi tempat beliau bernaung, Universitas Amikom Yogyakarta. Menurut beliau ini adalah kebutuhan Amikom untuk memiliki profesor, supaya bisa membuka S3 dan akreditasinya bagus. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa jika beliau saja yang maju tentu tidaklah cukup, harus teman-teman yang lain juga.
Beliau mengaku mulai tergerak ketika LLDIKTI berkunjung dan mempertanyakan jabatan akademik dosen-dosen Amikom yang masih kurang. Jadilah beliau bertanya-tanya kepada dosen-dosen lain tentang apa itu jabatan akademik? Strukturnya seperti apa? Bagaimana cara mengurus jabatan asisten ahli? Dan sebagainya.
Selain bercerita tentang perjalanan meraih gelar profesor, beliau juga bercerita tentang ide awal membuat aplikasi yang membantu petani dalam mengidentifikasi hama mangga, yakni ‘Mango Pest Identifier’. Kala itu, Dr. Suputa, ahli hama tanaman dari Fakultas Pertanian UGM, mengeluhkan tentang sedikitnya jumlah mahasiswa yang tertarik menekuni ilmu yang beliau ajarkan. “Saya khawatir ilmu ini akan hilang. Bagaimana caranya supaya ilmu ini tidak hilang? Apakah dari informatika bisa menyelamatkan apa yang saya ketahui?” ucap Prof. Dr. Kusrini M.Kom menirukan curahan hati Dr. Suputa.
Beliau menuturkan bahwa Guru Besar itu bukan hanya masalah teknis, tetapi juga masalah rezeki dan doa. Beliau mengaku bahwa tak semua yang beliau usahakan pasti berhasil. “Saya juga sering gagal,” katanya. Selain itu beliau juga mendorong agar jangan gampang iri dengan pencapaian orang lain, karena setiap orang itu unik dan memiliki passion berbeda. “Bagi saya kapan dapatnya itu tidak masalah, yang penting submit, yang penting berproses,” tutupnya.